Altar pernikahan dalam angan
Kaleo menyesap teh hijaunya sembari terus memperhatikan kalimat terakhir dari isi pesannya dengan Kalindra.
Undangan pernikahan dia dan Sienna.
Kaleo tersenyum tipis, tehnya sudah habis tapi rasa pahit masih tersisa sedikit diujung lidah.
Disesapnya sisa rasa pahit itu hingga memenuhi rongga mulut sambil menutup mata.
Pernikahan ya?
Dibukanya mata, diarahkannya tatapan pada satu kotak kecil di ujung nakas sebelah tempat tidur.
Diangkatnya tangan kiri sampai sejajar dengan muka.
Cincin pernikahan diletakkan di jari manis kan?
Sambil bersandar dan mendongakkan kepala menatap tangan kirinya, kepala Kaleo mulai berandai tentang skenario indah yang isinya cerita dia dan Sienna.
Bibirnya bahkan naik membentuk sabit kecil hanya karena hal-hal yang ada di pikirannya.
Lalu kemudian dia tersadar. Bagaimana jika satu dari banyaknya skenario indah yang dia buat tadi dikabulkan Tuhan?
Bagaimana jika dia dan Sienna benar-benar berakhir di atas altar pernikahan?
Tak lama kepalanya menggeleng. Membuang semua pertanyaan konyol dan skenario indahnya tadi.
Sudah cukup. Sienna sudah memintanya berhenti. Sienna sudah tak ingin dia lagi.
Kaleo menutup mata, membiarkan hening di dalam kamar mengukungnya malam itu.
Sudah ya. Kita berhenti saja. Lagipula seperti yang dia katakan, kalau kami berdua sudah lama bertemu akhir cerita.