Pantai dan kenyataan — Kalindra


Kemarin aku memaksa Kaleo pergi ke pantai bersama. Ada yang ingin ku pastikan dan itu harus di sana.

Sebenarnya bukan tanpa alasan aku mengajaknya ke sini. Pantai ini tempat Kaleo pertama kali menyampaikan isi hati.

Walau aku sudah lama tidak ke sini, aroma laut juga angin segarnya tak pernah berubah, tapi suasananya sudah.

Ku coba menutup mata merasakan semilir angin. Lalu semua pertanyaan yang berputar di otakku bertemu dengan jawabannya.

Tanpa harus berpikir terlalu lama ternyata jawaban itu sudah ada, tapi sayangnya aku baru dapat menyadari itu sekarang.

Bodoh sekali. Karena hal kecil itu aku sampai seperti ini.

Ku buka mata dan ku alihkan ke Kaleo di samping.

Tatapan kami bertemu. Wajahnya menatapku tanpa ekspresi.

Lalu satu kata yang sama terucap secara kebetulan.

“Maaf.” Katanya.