–Berhenti–
Selamat Tidur Airyla
“Lo bisa berenti gak?”
Telunjuk Andika mengarah tepat ke depan wajah Rajendra. Suaranya bergetar bukan buatan menahan marah agar tak melepaskan pukulan.
“Lo bisa berenti gak Gue tanya?”
“Maksudnya Bang?”
Rajendra tak paham kenapa Andika terlihat begitu marah padanya. Dia hanya mencurahkan semua perasaannya pada Airyla walau hanya pada fotonya saja. Karena Rajendra tak berhasil menemukan Airyla ada di mana.
“Berenti bersikap seakan-akan lo nyesel udah ninggalin adek Gue demi Raina. Nyuruh dia bahagia atau apa lah. Dia pergi karena ngerasa sakit dan salah satu penyebabnya itu Lo! Diem bisa!?”
Rajendra mematung diam. Dia tak tahu jika dia sudah sebrengsek itu. Airyla pergi karena dirinya, karena semua rasa sakit yang telah diberikannya.
“Maaf Bang, tapi Gue beneran nyesel.”
“Mesti pergi dulu kan adek Gue baru Lo nyesel? Gimana sama rumah Lo Gue tanya? Bahagia gak?!”
“Maaf Bang”
Raje sudah tidak dapat mengatakan apa-apa lagi selain kata maaf. Tak ada gunanya membuat alasan sekarang. Semua sudah terlalu terlambat untuk memberi penjelasan.
“Gimana caranya dia bahagia bahkan raganya aja udah gak ada? Gimana caranya bahagia ketika dia bahkan udah gak bisa ngerasain perasaan itu lagi?”
“Lo berhenti bacot bisa?”
Andika mencurahkan semua emosinya di setiap kata karena tak terima dengan permintaan Raje pada Airyla.
“BAHAGIA DI SANA???” Teriaknya marah.
“Maksud Lo mending adek gue mati dulu dan bahagia di atas sana aja dari pada di dunia??? COYY!!!! Lo kalau mau pura-pura sedih atau kehilangan gak gini caranya anjing!!! Adek gue gimana bahagianya kalau yang bikin dia pergi aja Lo?”
Napas Andika memburu. Dia sudah tak peduli pada bentakan yang dikeluarkannya. Dia hanya tak senang mendengar Rajendra meminta agar Airyla tidur dengan tenang dan bahagia di atas sana yang pada nyatanya Airyla jarang sekali merasa bahagia selama hidup.
“Gimana ceritanya orang yang nyakitin minta orang yang udah dia sakitin buat bahagia padahal udah mati? Lo kalau ngomong tuh otak lo jalan duluan dari mulut lo apa kebalik sih?”
“Maaf.” Ucap Raje bergetar.
Air matanya tak berhenti menetes sejak kali pertama dia datang ke upacara pemakaman Airyla. Dia hanya berdiri diam menerima semua kemarahan Andika. Merasa pantas mendapatkannya.
“Kalau kata maaf dari Lo bisa bikin adek Gue bangkit lagi dari kematiannya coba Lo ucapin tuh kata sampe mulut Lo berbusa.”
“Maaf Bang, Gue beneran nyesel maaf.”
“Ngapain Lo nyesel? Lucu banget hidup lo! Gak usah. Gue yakin lo gak pernah benar-benar ngerasa menyesal Je.”
Kedua orang tua Vale memperhatikan dengan khawatir. Kemarahan Andika meledak-ledak di dalam sana hingga tak satupun berani masuk. Bahkan Vale hanya diam menonton, dia memilih untuk membiarkan Andika mengeluarkan semua emosinya pada orang yang tepat.
“Kalau gue bisa nukar hidup gue sama Ryla, Hue bakal lakuin itu Bang.” Ucap Raje dengan mata merahnya.
“Lo bahkan minta Ryla untuk selalu mengalah sama Raina karena hidup Raina gak akan lama sekarang Lo bilang mau nukar hidup Lo sama Airyla? Sejak kapan Lo kepikiran kayak gitu? Ahh Gue tau sejak adek Gue udah mati kan? Jadi gak apa-apa lah ngomong gitu toh orangnya juga udah mati, satu kalimat doang gak akan berpengaruh apa-apa. Gitu kan isi pikiran Lo?”
“Gak gitu Bang.”
“Gimana tuh? Hidup Raina udah ditambah masanya sama Tuhan. Udah jadi lebih panjang sekarang. Udah gak sekarat tiap menit lagi dia. Saran gue hati-hati Je mungkin habis dari permintaan terakhir bisa aja jadi permintaan pertama setelah sembuh siapa yang tau.”
Raje terperangah, kepalanya langsung dipenuhi ingatan ketika terakhir kali dia melihat Airyla di ruangan dokter Ilham. Jangan katakan jika Airyla benar-benar mendonorkan ginjalnya untuk Raina.
“Hidup aja Je, yang panjang kalau bisa lo gak ngerasa menyesal juga gak masalah buat gue karena gue bakal ngebuat hidup lo sengsara. Kalau Lo berpikir Gue egois, jelas. Gak mungkin gue bersikap baik sama manusia yang udah dengan hebatnya ngancurin harapan hidup adek Gue.”
–Pembatalan Pertunangan–
Selamat Tidur Airyla
“Kak Raje bercanda kan?”
Raina benar-benar merasa terpuruk sekarang. Baru sehari yang lalu dia mendapat kenyataan jika dirinya bukanlah anak kandung keluarga Davendra. Kini Rajendra datang membawa kabar jika dirinya ingin membatalkan pertunangan mereka.
Sebenarnya apa salahnya? Dia hanya ingin hidup dan bahagia. Kenapa semua hal harus datang bersamaan di saat dirinya masih memerlukan dukungan dari mereka?
Semesta kejam sekali.
“Apa alasan kakak ngebatalin pertunangan kita? Kak kita udah siapin rencana saat kita udah nikah nanti. Kenapa harus kayak gini?”
Tangis Raina pecah. Dirinya sudah tak kuat. Kenapa semua orang begitu jahat? Dia hanya ingin dicintai, lalu di mana letak kesalahannya?
“Gue sadar gue gak pernah suka sama Lo. Gue gak berhasil memisahkan rasa kasihan sama rasa cinta saat itu karena gue masih sama Airyla.” Ungkap Raje.
Raje tahu ini akan menyakiti Raina tapi jika dia terus memaksakan perasaannya yang salah, hubungan mereka akan jauh lebih cepat berakhir setelah mereka menikah. Rajendra tahu itu. Jika dipikirkannya lagi semua hal yang menjadi permintaan Raina, dilakukannya karena tak ingin gadis itu pergi dari dunia tanpa memori indah dalam hidupnya.
“Kakak jahat. Kenapa kakak lakuin ini ke Ina? Padahal Ina cinta banget sama kakak. Ina pengen hidup dan bahagia sama kak Raje.”
Raina bingung dengan perubahan sikap Rajendra padanya. Biasanya jika dia menangis sedikit saja Raje akan datang memeluk dan menenangkannya. Raje akan selalu memenangkan dia karena itu memang kewajiban Rajendra, menurut Raina.
“Lo minta Ryla buat donorin ginjal padahal dia sendiri lagi sakit Na.” Ucap Rajendra menahan sakit hatinya.
“Untuk beberapa hal sebelumnya mungkin Gue masih bisa toleransi semua permintaan Lo. Tapi minta saudara sendiri cuma untuk kepentingan Lo itu gak masuk akal Na.”
Napas Rajendra memburu karena marah. Dia sudah mengetahui semuanya. Tentang Raina yang meminta Airyla mendonorkan ginjalnya. Raina yang jatuh dari tangga karena berusaha mendorong Airyla. Raina yang selalu berpikir semua hal milik Airyla adalah miliknya.
“Apa salahnya nolong saudara sendiri kak? Aku hampir mati dan kak Ryla sehat harusnya gak masalah dong dia donorin ginjalnya buat Ina?”
“KARENA AKHIRNYA RYLA PERGI KARENA LO NA!” Bentak Raje pada akhirnya.
Raje sudah terlalu muak, bukan hanya pada Raina tapi pada dirinya juga. Dia tak mengerti kenapa selama ini dia bisa mentolerir semua permintaan aneh Raina dan berpikir jika itu adalah hal yang lumrah dari seseorang yang akan mati?
“Maksud kakak?” Tanya Raina tak mengerti.
Suaranya terdengar takut-takut akibat bentakan Rajendra tadi. Tapi dia masih tak mengerti.
“Lo berhasil ngebunuh saudara Lo sendiri Na. Dan Lo bilang kalau itu bukan hal yang salah? Otak Lo di mana Raina?!”
Kemarahan Rajendra mencapai puncaknya. Setengah mati dia menahan diri untuk tak menghancurkan barang rumah sakit dan memukul gadis yang ada di depannya.
“Kak,”
“Gimana Lo seneng? Gara-gara Lo Ryla harus pergi Na. Gara-gara semua permintaan aneh Lo itu Gue jadi nyakitin Airyla. Gue nyesel Na. Gue terlalu banyak nyakitin Airyla dan dia malah pergi ninggalin Gue buat selamanya.”
Sekali lagi Rajendra menangis karena Airyla. Semua karena kebodohannya yang selalu mengikuti kemauan Raina sampai melupakan jika kondisi Airyla juga tak jauh berbeda.
“Apa maksud kamu Raje?”
Mama terkejut bukan buatan ketika mendengar kalimat penuh air mata Rajendra.
“Airyla pergi ke mana?” Tanya Mama mengguncang lengan Rajendra.