Wedding Day


Neyna tersenyum cerah, berjalan di atas altar dengan ditemani sang Ayah.

Senyum bahagia tak pernah luput dari wajah cantiknya hingga langkahnya sampai di ujung altar.

Dengan lembut Anka meraih dan menggenggam tangan Neyna lalu berdiri berhadapan, bersiap mengucap janji suci bersama.

“Kita berkumpul di sini, untuk menyaksikan peristiwa ini. Pengantin dengan demikian berjanji untuk jujur ​​satu sama lain di saat suka dan duka. Di hari baik dan hari buruk, saling mencintai dan menghormati satu sama lain sampai maut memisahkan.”

“Aku bersedia.” Ucap keduanya.

“Dengan kuasa jabatan yang dilimpahkan kepada saya... Saya mengucapkan pasangan suami istri ini secara resmi.”

“Anda sekarang dapat mencium pengantin wanita.”

Anka dengan lembut mencium bibir Neyna lalu menatap istrinya dengan tatapan penuh kagum dan sayang.

Saat mereka berciuman, semua orang bersorak bahagia atas keduanya. Bertepuk tangan sambil tersenyum dan tertawa. Mendoakan segala yang terbaik bagi kedua mempelai yang telah resmi menjadi suami istri hari ini.

Tapi, dari sekian banyak tamu yang bertepuk tangan, ada satu orang yang meneteskan air matanya.

Dia, pengiring pengantin wanita.

Ivy tak kuasa menahan tangis saat melihat Anka tersenyum di hadapan tamu undangan sambil sedikit membungkuk.

Dia dan sang istri kemudian berjalan ke ujung lain altar bersamaan dengan tiap helai bunga mawar merah yang berjatuhan.

Lalu tatapan keduanya bertemu tanpa sengaja.

Senyum bahagia Anka di atas altar disambut pilu oleh air mata Ivy yang terus jatuh membasahi pipi.