The rain at night is better.
“Hujan saat malam adalah yang terbaik.“
Malam itu setelah membalas pesan dari Anka, Ivy memilih mendudukkan dirinya di kursi santai di samping jendela kamarnya.
Matanya menatap kosong ke arah luar.
Hujan mulai turun. Rintiknya yang besar mengenai kaca jendela dan membuatnya basah.
Suara hujan dan gemuruh petir di kejauhan menenggelamkan isakan dari bibir tipis Ivy.
Ini sudah yang kedua kalinya dia menangis.
Menangisi sesuatu yang sebenarnya tak pernah menyakitinya.
Walau begitu, dia tetap menangis karena merasa terluka.
Itu bukan pisau. Bukan pula benda tajam lain yang melukai tubuhnya secara nyata.
Tapi sebuah kalimat yang dua hari lalu diterimanya.
Sebuah pesan yang menyatakan perasaan sepihak miliknya tak akan pernah terbalas sampai kapan pun.
Berkali-kali dipukulnya dada, bahkan ditariknya kuat rambut panjangnya, berharap rasa sakit di dadanya dapat teralihkan.
Tapi semakin kuat dia menyakiti tubuhnya, semakin tajam pula rasa sakit di hatinya.
Ivy kecewa, pada takdir yang tak memihaknya.
Mereka bilang cinta itu indah. Itu benar. Cinta itu indah jika kalian juga saling mencintai.